Monday, February 4, 2013

Peradilan Agama


Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009.

Sesuai Pasal 49 UU Peradilan Agama, Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;                                       
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.
                    
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam UU Peradilan Agama.

Tiap pemeriksaan perkara di Pengadilan dimulai sesudah diajukannya suatu permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku. Dan Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya. Dalam hal adanya pengajuan gugatan, tidak menutup kemungkinan dilakukannya usaha penyelesaian perkara secara damai.

Proses peradilan di pengadilan agama dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan dan pemeriksaannya dilakukan secara terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain atau jika Hakim dengan alasan-alasan penting yang dicatat dalam berita acara sidang, memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keseluruhan atau sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup. Namun, dalam penyampaian putusan di Pengadilan Agama, penetapan dan putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Kemudian atas penetapan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama juga dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara.

Terhadap penetapan dan putusan Pengadilan yang dimintakan banding atau kasasi, pelaksanaannya ditunda demi hukum, kecuali apabila dalam amarnya menyatakan penetapan atau putusan tersebut dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi.

No comments:

Post a Comment