Tuesday, November 20, 2012

The President

Earlier this month (7/11), the United States of America just had her democracy party resulted in the re-elected President Barack Obama for the second time. Again, a black man is returning to the White House. The moment was started four years ago, the breaking of a racial barrier. It is indeed historical. 

Obama is the 44th President of the USA since 18th to 21st century. The list of the Presidents of the USA are as follow:

18th Century

1. George Washington2. John Adams

19th Century

3. Thomas Jefferson15. James Buchanan
4. James Madison16. Abraham Lincoln
5. James Monroe17. Andrew Johnson
6. John Quincy Adams18. Ulysses S. Grant
7. Andrew Jackson19. Rutherford B. Hayes
8. Martin Van Buren20. James Garfield
9. William Henry Harrison21. Chester A. Arthur
10. John Tyler22. Grover Cleveland
11. James K. Polk23. Benjamin Harrison
12. Zachary Taylor24. Grover Cleveland
13. Millard Fillmore25. William McKinley
14. Franklin Pierce

20th Century

26. Theodore Roosevelt35. John F. Kennedy
27. William Howard Taft36. Lyndon B. Johnson
28. Woodrow Wilson37. Richard M. Nixon
29. Warren G. Harding38. Gerald R. Ford
30. Calvin Coolidge39. James Carter
31. Herbert Hoover40. Ronald Reagan
32. Franklin D. Roosevelt41. George H. W. Bush
33. Harry S. Truman42. William J. Clinton
34. Dwight D. Eisenhower

21st Century

43. George W. Bush44. Barack Obama
As I quote from the official website of the White House, "His story is the American story — values from the heartland, a middle-class upbringing in a strong family, hard work and education as the means of getting ahead, and the conviction that a life so blessed should be lived in service to others."

I'm interested in the last sentence - "a life so blessed should be lived in service to others". A selfless statement. We can also see this value in the life of Abraham Lincoln (my favourite). He fought against slavery because he hates to see the poor creatures hunted down, caught, carried back to their stripes, and unrewarded. Selfless motives.

Let's get back to our country, Indonesia. We'll have our democracy party in 2014 by electing a new president. Can we have a president who has no personal agenda and motives?
Let's pray and be wise in whom we trust to lead this nation. 



Monday, November 12, 2012

Daftar RS Penerima Rujukan Kartu Sehat di Jakarta

Mengutip pemberitaan Vivanews di http://goo.gl/5FlDl Berikut ini daftar RS penerima rujukan kartu sehat yang dikeluarkan oleh pemerintah DKI Jakarta dan yang merupakan salah 1 program dari Gubernur dan Wagub DKI Jakarta yang baru (Jokowi-Ahok).

Untuk memperoleh kartu sehat, silakan mendaftar ke Puskesmas terdekat, dengan menunjukan KTP Jakarta. Dengan kartu tersebut, warga bisa mendapat pelayanan Kesehatan Gratis di Puskesmas atau pun Rumah Sakit terdekat.

Berikut adalah daftar rumah sakit  yang menerima rujukan Kartu Jakarta Sehat:
1. Jakarta Selatan: RS Fatmawati, RS Marinir Cilandak, RS Pusat Pertamina, RS Jakarta, RS Agung, RS Setia Mitra, RS Zahirah, RS dr Suyoto, RS Bhayangkara Selapa Polri, RSIA Budi Jaya, Jakarta Medical Center II, Klinik Hermodialisa Cipta Husada, Jakarta Kidney Center.

2. Jakarta Timur: RS Persahabatan, RS Kesdam Jaya Cijantung, RS Polri Sukanto, RS Pusdikkes, RSPAU Antariksa, RSUD Pasar Rebo, RSUD Budi Asih, RS Haji, RS Harapan Bunda, RS UKI Cawang, RS Harum, RS Islam Jakarta Timur, RS Harapan Jayakarta, RS Kartika Pulomas, RS Mediros, RS Rawamangun, RS Bunga Rampai, RSKO Cibubur, RS Duren Sawit, Yayasan Ginjal Diatrans, RSIA Hermina Jatinegara, RSIA Bunda Aliyah, RSIA Resti Mulia.

3. Jakarta Pusat: RS Cipto Mangunkusumo, RSAL Mintoharjo, RSPAD Gatot Subroto, RS Moh. Ridwan Meureksa, RSUD Tarakan, RS Pertamina Jaya, RS Kramat 128, RS MH Thamrin, RS Saint Carolus, RS PGI Cikini, RS Islam Jakarta, RS Husada, RS Menteng Mitra Afia, RSB Budi Kemuliaan, Klinik Hemodialisa Tidore.

4. Jakarta Utara: RSUD Koja, RS Pelabuhan Jakarta, RS Atmajaya, RS Satya Negara, RS Sukmul Sisma Medika, RS Islam Jakarta Utara, RS Port Medical Center, RSPI Prof. Sulianti Saroso, RSIA Hermina Podomoro, RS Mulia Sari, Klinik Hemodialisa Lions.

5. Jakarta Barat: RS Pelni, RS Puri Mandiri Kedoya, RS Sumber Waras, RS Bakti Mulia, RS Patria IKKT, RS Medika Permata Hijau, RSUD Cengkareng, RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, RSJ Jakarta, RS Kanker Dharmais, RSAB Harapan Kita, RS Jantung Harapan Kita.

6. Luar Jakarta: RSU Tangerang, RSJ Bogor, RS Kusta Sitanala Tangerang.

Semoga bermanfat.

Wednesday, October 10, 2012

Anak Sebagai Korban Tindak Pidana

Pagi ini ketika saya cek akun Facebook saya, saya cukup terkejut melihat ada salah seorang teman posting foto dan berita seorang gadis di Depok yang diperkosa. Setelah saya telusuri, ternyata gadis itu masih tergolong anak-anak, yaitu baru berusia 14 tahun.

Secara hukum, sesuai Pasal 17 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ("UU Perlindungan Anak"), setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 64 ayat (3) UU Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilaksanakan melalui :


a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;
c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Nah, media massa dalam hal ini tentu harus lebih berhati-hati dalam menjaga kerahasiaan identitas anak ini. Ketika nama sekolahnya diungkap di media, saya ragu kerahasiaan ini bisa tetap terjaga.

Seperti diungkapkan oleh salah seorang blogger dan advokat Anggara Suwahju, yang dalam blognya menulis:
"Saya bisa mengerti konteksnya jika pelaku pemerkosaan adalah oknum dari sekolah dan kemudian apabila sekolah tersebut berusaha menutup – nutupi perbuatan kriminal tersebut. Namun dalam kasus ini, kondisi tersebut sama sekali tidak ada, bahkan dari kronologi yang dibuat oleh Tempo sendiri, korban ditemui bukan di sekolahnya. Lalu kenapa identitas sekolah tersebut harus dimuat? Bukankah itu juga membongkar atau mendorong orang untuk dapat mengetahui identitas anak tersebut?"

Sebaiknya media massa lebih berhati-hati ketika memberitakan sesuatu terutama jika pelaku/korban tindak pidana adalah anak-anak. Coba posisikanlah diri Anda para jurnalis pada posisi anak tersebut atau pada posisi keluarga korban. Silakan deskripsikan apa yang Anda rasakan. Sebaiknya kita tidak melihat hanya dari segi bagaimana kita bisa memenuhi tugas sebagai jurnalis tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain.

Tidak sulitkan?


Wednesday, September 5, 2012

Bolehkah PT Mendirikan Sekolah?


Pada prinsipnya, bentuk badan hukum untuk lembaga pendidikan adalah badan hukum nirlaba (non-profit oriented). Berbeda dengan Perseroan Terbatas yang tujuannya memang mencari laba (profit oriented). 

Sejak dikeluarkan PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (“PP 28/1990”), sudah diatur dalam Pasal 5 ayat (2) bahwa Pendirian Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat harus memenuhi persyaratan penyelenggaraan yakni berbentuk yayasan atau badan yang bersifat sosial.

Hal yang sama ditegaskan kembali dalam Pasal 11 ayat (2), disebutkan bahwa satuan pendidikan dasar yang didirikan oleh masyarakat diselenggarakan oleh yayasan atau badan yang bersifat sosial.

Perkembangan dunia pendidikan memberikan tuntutan agar pengaturan penyelenggaraan pendidikan juga mengalami perkembangan, penambahan atau perubahan. Dikeluarkanlah PP No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan (“PP 66/2010”) pada tahun 2010.

Dalam Pasal 60 PP 66/2010 disebutkan:
(1)      Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi:
(a).     pendidikan anak usia dini;
(b).     pendidikan dasar;
(c).     pendidikan menengah; dan
(d).     pendidikan tinggi.
(2)      Penyelenggara satuan pendidikan terdiri atas:
(a).  pemerintah daerah yang menyelenggarakan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah;
(b). Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama menyelenggarakan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah;
(c).     Kementerian yang menyelenggarakan satuan pendidikan tinggi; dan
(d).   masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, melalui badan hukum yang berbentuk antara lain yayasan, perkumpulan, dan badan lain sejenis.

Lebih jauh diatur dalam Pasal 220E PP 66/2010:
“Yayasan, perkumpulan, dan badan lain sejenis yang telah berstatus badan hukum, tetap menyelenggarakan satuan pendidikan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai badan hukum nirlaba.”

Jadi, memang bentuk badan hukum untuk sekolah disyaratkan berbentuk yayasan, perkumpulan atau badan lain sejenis (nirlaba).

Akan tetapi, dalam melaksanakan kegiatannya, Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha (Pasal 3 ayat [1] UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan). Meski memang, yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas. 

Monday, August 27, 2012

Jabatan yang dapat diduduki TKA pada kategori jasa pendidikan

Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 462 Tahun 2012, dalam lampirannya disebutkan jabatan-jabatan apa saja yang dapat diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada kategori jasa pendidikan sebagai berikut:











Wednesday, August 22, 2012

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H

Selamat hari raya Idul Fitri bagi saudara-saudara yang Muslim. Mohon dimaafkan jika ada salah ucap, perbuatan dan segala sesuatu yang kurang berkenan. Minal aidin wal faidzin.
Semoga damai dan kasih sayang selalu ada bersama kita sepanjang tahun.

Thursday, July 26, 2012

Knowledge is Power


Saya menyukai sejarah. Saya menyukai buku-buku sejarah, bahkan melebihi kesukaan saya terhadap buku-buku hukum sebagai bidang yang saya geluti 8 tahun belakangan ini. 

Hari ini saya menemukan 1 buku yang lusuh di Perpustakaan Dan Lev berjudul, "Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia" (ditulis oleh Mr. Muhammad Yamin). Bukunya tipis, kecil, lusuh dan masih menggunakan ejaan lama. Yang membuat saya tertarik pada buku ini bukanlah penampilannya yang lusuh, tapi salah satu bagian di buku ini, tepatnya di halaman 11. Kata-kata di dalamnya membuat saya akhirnya meminjam buku ini. 

Berikut isi tulisan di halaman 11:
Pesan Bapak Tan Malaka Kepada Para Pemoeda
Dalam pertjakapan dengan seorang wartawan, Bapak Tan Malaka jang telah 23 tahoen lamanja meninggalkan Tanah Air Indonesia dan kini soedah kembali berada di tengah-tengah masjarakat Indonesia Merdeka, antara lain beliau menjatakan kegembiraan hatinja melihat perdjoeangan Rakjat Indonesia jang meloeap-loeap teroetama para pemoedanja. 
"Memang para pemoedalah jang mendjadi pelopor perdjoeangan Rakjat", kata beliau selandjoetnja - "djoega di negeri-negeri loearpoen begitoe". 
"Tetapi - kata beliau - hendaklah para pemoeda djangan selaloe bertempoer sadja. Karena perdjoeangan di lapangan lainpoen memerloekan tenaga pemoeda, teroetama di lapangan pembangoenan. 
Oleh sebab itoe di samping bertempoer, para pemoeda haroes mempergoenakan kesempatan oentoek beladjar". 

"PENDIDIKAN", itulah cara perjuangan kita sekarang :) 
Jangan pernah lelah untuk belajar, menambah ilmu dan meningkatkan pendidikan, karena apa yang kita pelajari sekarang bisa berguna untuk membantu hidup kita sendiri, juga hidup orang lain. Terus belajar dan terus berkarya :)

*Bagi kalian yang belum tahu siapakah Tan Malaka itu, informasi berikut saya kutip dari Wikipedia

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandam Gadang,Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur,21 Februari 1949 pada umur 51 tahun)[1] adalah Bapak Republik Indonesia,[2] seorang aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal, dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.
Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai pahlawan nasional melalui Ketetapan Presiden RI No. 53 tanggal 23 Maret 1963.[3]
Tan Malaka juga seorang pendiri partai PARI dan Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.
Tokoh ini diduga kuat sebagai orang di belakang peristiwa penculikan Sutan Sjahrir bulan Juni 1946 oleh sekelompok orang tak dikenal di Surakarta sebagai akibat perbedaan pandangan perjuangan dalam menghadapi Belanda.[4]

Meskipun beliau (Tan Malaka) adalah pahlawan dari garis kiri, kita tetap bisa belajar dari beliau, yakni semangat perjuangan dan semangat belajarnya.

"Knowledge is Power" - Sir Francis Bacon

Thursday, April 5, 2012

Kawin Beda Agama Menurut Hukum Indonesia

Selama ini banyak pasangan menghadapi dilema. Sudah terlanjur cinta, tapi ada perbedaan prinsip, lalu harus bagaimana? Dari segi hukum, berikut di bawah ini penjelasannya :)



Syarat sahnya perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”). Sahnya suatu perkawinan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 UUP adalah :
1.      Apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayannya. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.
2.      Perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai pencatatan perkawinan diatur lebih lanjut dengan PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 (“PP No. 9/1975”). Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya di luar agama Islam, maka pencatatan dilakukan pada Kantor Catatan Sipil (lihat Pasal 2 PP No. 9/1975).
Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.

Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18). Lebih lanjut mengenai permasalahan apa saja yang mungkin timbul dalam perkawinan beda agama simak artikel Kawin Beda Agama Itu Kira-kira Bakal Munculin Permasalahan Apa Saja Ya?
Pada praktiknya memang dapat terjadi adanya perkawinan beda agama di Indonesia. Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada empat cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan. Menurut Wahyono, empat cara tersebut adalah:
1.      meminta penetapan pengadilan,
2.      perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,
3.      penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan
4.      menikah di luar negeri.
Dalam artikel Empat Cara Penyelundupan Hukum Bagi Pasangan Beda Agama, kita juga ketahui bahwa benar ada yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yaitu Putusan MA No. 1400 K/Pdt/1986. Putusan MA tersebut antara lain menyatakan bahwa Kantor Catatan Sipil saat itu diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Kasus ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh Andi Vonny Gani P (perempuan/Islam) dengan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan (laki-laki/Kristen).
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa dengan pengajuan pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil maka Andi Vonny telah memilih untuk perkawinannya tidak dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian, Andi Vonny memilih untuk mengikuti agama Andrianus, maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut.
Secara ideal, menurut saya pribadi, kesamaan keyakinan, nilai-nilai, pandangan dan visi itu sangat penting dalam rumah tangga, karena laiknya sebuah mobil, untuk mencapai satu tujuan, tidak bisa dikemudikan oleh dua orang sekaligus. 
Published via Hukumonline.com

Wednesday, March 7, 2012

POVERTY

Developing countries as our own country Indonesia is facing many major classic problems, and one of the greatest is POVERTY.

Not to mention, debt and corruption worsen the situation.

Based on World Bank's research result on poverty rate reported in 2008 at least 80% humanity lives on less than $1 a day. This number is based on Purchasing Power Parity which taken generally from many countries.


According to UNICEF, 24.000 children die each day due to poverty.
Around 27-28% of all children in developing countries are estimated to be underweight.
Nearly a billion people entered the 21st century unable to read a book or even sign their names.
The list is going on and on...
We surely can not turn a blind eye to those facts.

Former Secretary-General Kofi Annan said as he called for progress on human development to go hand in hand with advances in security and human rights.


In a message marking International Human Rights Day, whose theme is that fighting poverty should be a matter of obligation and not charity, Mr. Annan said that “if we are to be serious about human rights, we must demonstrate that we are serious about deprivation.”

Mr. Annan said the world's poorest are the people least capable of achieving or defending rights – such as to a decent standard of living or to food and essential health care – that others take for granted.

“We must all recognize that wherever families eke out an existence on less than a dollar a day, or children die for lack of basic yet life-saving care, the Declaration has, at best, a hollow ring,” he said.
Fighting poverty is not an individual fight, it is our duty that we should work hand in hand to reduce it.

As we may aware, poverty is in the mindset. If you can change the mindset of the people, to change the paradigm, to change how they act and see things, they will surely change their fate and get out of the poverty chain. Empowering people with skills and knowledge, no debt, no corruption even from the smallest scale of action, will be an excellent start to reduce poverty rate. It begins with our willingness to change and to help others. 

Diskriminasi = Perpecahan

Masa kecilku bahagia. Ya, bisa kukatakan begitu.
Aku tidak kekurangan suatu apapun, keluargaku harmonis, aku bisa bermain dan belajar, semua sesuka hati.
Tapi, itu kurasakan di dalam kotak yang kita sebut dengan "rumah".
Lalu, apa yang kurasakan di luar? Salah satunya, diskriminasi :)

Aku dibesarkan di kabupaten kecil, namanya Kabupaten Lumajang, di wilayah Jawa Timur. Kabupaten yang tenteram, lengang, habis dikelilingi dalam waktu 15 menit (jika berkendara dengan mobil). Bisa dibayangkan betapa kecilnya ;)
Seingatku, semasa kecilku, aku menghadapi apa yang namanya diskriminasi. Bisa ditebak, karena aku keturunan Tionghoa, sebagian orang mendiskriminasikanku. Mata sipit dan kulit kuning langsat menjadikanku anak yang dibedakan. Disini aku akan menceritakan sebagian dari apa yang aku alami.

Seringkali di jalan menuju ke sekolah, anak-anak di lingkungan sekitar rumahku mengejekku "Cino! Cino! (Cino = Cina dalam bahasa Jawa). Ada juga yang mengejek dengan sebutan Singkek, yang aku sendiri tidak tahu artinya. Dan masih banyak ejekan lainnya, yang dengan berjalannya waktu, telingaku menjadi terbiasa dengan ejekan-ejekan itu.

Pernah pula suatu kali, sepulang sekolah aku "dipalak" oleh seorang anak laki-laki dari daerah sekitar rumahku. Dia menghadangku di jalan, memegang kerah seragamku dan mengangkatnya. Meskipun waktu kecil aku kurus, (sekarang juga sih :p), tapi anak itu tidak bisa benar-benar mengangkatku, karena dia juga masih kecil. Anak laki-laki itu berusaha meminta uang sakuku dengan mengancamku. Di wilayahku, umumnya, korban "pemalakan" ini adalah anak-anak keturunan Tionghoa.

Pada lain waktu, di suatu sore, ketika aku sedang naik becak (kendaraan umum beroda tiga) lewatlah sebuah truk yang mengangkut banyak sekali anak laki-laki. Ketika mereka melewati becak yang aku tumpangi, ada seorang anak melihatku. Tapi, dia tidak hanya melihat ke arahku dengan pandangan tidak suka, dia juga meludahi mukaku. Aku pulang, tapi tidak menangis. Juga tidak mengadu pada orang tua. 

Itu sebagian kecil dari yang mungkin bisa dialami oleh orang-orang keturunan Tionghoa di negeri ini. Dan tentunya peristiwa yang paling memilukan adalah peristiwa Mei 1998. 

Dalam hati kecilku, aku sedih, sekaligus marah. Marah bukan karena diejek dan diludahi, tapi marah karena pandangan kebanyakan orang yang salah. Siapa yang bilang kami orang Cina? Kami juga orang Indonesia. Kami Warga Negara Indonesia! Meskipun ada darah Tionghoa mengalir di tubuhku, tapi aku lahir dan dibesarkan di Indonesia, aku makan dari hasil bumi Indonesia. Bahkan aku belum pernah ke negeri Cina dan belum bisa berbahasa Cina (setidaknya hingga saat ini). Sedih, karena kami dipandang "berbeda". Dan tidak dapat dipungkiri, banyak kesempatan di dunia politik, pemerintahan, dan organisasi maupun lembaga tertentu masih tertutup untuk kami warga negara Indonesia keturunan Tionghoa. 

Konstitusi maupun peraturan perundang-undangan yang ada memang telah memberikan perlindungan terhadap hak setiap warga negara, termasuk bagi keturunan Tionghoa. Mulai dari UUD 1945, UU 39/1999 tentang HAM, UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Etnis dan Ras hingga pengesahan instrumen-instrumen HAM internasional. Akan tetapi, apakah implementasinya sempurna? Tentu tak ada gading yang tak retak. Masih ada kekurangan disana sini. Terutama, karena masih adanya sebagian kalangan yang berpandangan diskriminatif.

Tapi, disini yang ingin aku sampaikan adalah, kami tidak bermaksud memandang diri kami lebih tinggi atau lebih rendah. Kami, kita, semuanya adalah bangsa Indonesia, yang katanya sekaligus sesungguhnya adalah Bhinneka Tunggal Ika. Kami ada di dalamnya, bersama kalian semua. Kami juga ingin negara ini menjadi lebih baik.

Meski berbeda secara fisik, kita semua ciptaan Tuhan. Persatuanlah yang akan membawa bangsa ini lebih baik, bukan perpecahan dan diskriminasi. Semoga semuanya menjadi lebih baik di masa depan, mulai dari masa kini :)