Thursday, April 5, 2012

Kawin Beda Agama Menurut Hukum Indonesia

Selama ini banyak pasangan menghadapi dilema. Sudah terlanjur cinta, tapi ada perbedaan prinsip, lalu harus bagaimana? Dari segi hukum, berikut di bawah ini penjelasannya :)



Syarat sahnya perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”). Sahnya suatu perkawinan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 UUP adalah :
1.      Apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayannya. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.
2.      Perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai pencatatan perkawinan diatur lebih lanjut dengan PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 (“PP No. 9/1975”). Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya di luar agama Islam, maka pencatatan dilakukan pada Kantor Catatan Sipil (lihat Pasal 2 PP No. 9/1975).
Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.

Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18). Lebih lanjut mengenai permasalahan apa saja yang mungkin timbul dalam perkawinan beda agama simak artikel Kawin Beda Agama Itu Kira-kira Bakal Munculin Permasalahan Apa Saja Ya?
Pada praktiknya memang dapat terjadi adanya perkawinan beda agama di Indonesia. Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada empat cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan. Menurut Wahyono, empat cara tersebut adalah:
1.      meminta penetapan pengadilan,
2.      perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,
3.      penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan
4.      menikah di luar negeri.
Dalam artikel Empat Cara Penyelundupan Hukum Bagi Pasangan Beda Agama, kita juga ketahui bahwa benar ada yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yaitu Putusan MA No. 1400 K/Pdt/1986. Putusan MA tersebut antara lain menyatakan bahwa Kantor Catatan Sipil saat itu diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Kasus ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh Andi Vonny Gani P (perempuan/Islam) dengan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan (laki-laki/Kristen).
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa dengan pengajuan pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil maka Andi Vonny telah memilih untuk perkawinannya tidak dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian, Andi Vonny memilih untuk mengikuti agama Andrianus, maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut.
Secara ideal, menurut saya pribadi, kesamaan keyakinan, nilai-nilai, pandangan dan visi itu sangat penting dalam rumah tangga, karena laiknya sebuah mobil, untuk mencapai satu tujuan, tidak bisa dikemudikan oleh dua orang sekaligus. 
Published via Hukumonline.com

2 comments:

  1. Saya setuju Mbak Diana, bahwa perkawinan itu semestinya berlangsung antara pasangan yang seagama. Sebab kunci perkawinan bukan pada terpenuhinya ketentuan hukum, melainkan pada dua hati yang disandarkan pada Tuhan yang diyakininya melalui agama anutannya. Manakala dua hati itu menyandarkan dirinya pada keyakinan yang berbeda, tentu saja mereka kesulitan menghadapi dan mengatasi masalah yang setiap kali terkait dengan keyakinannya itu. Hal ini bisa dimulai dari kebiasaan sehari-hari dalam memerlakukan pasangan. Perbedaan bisa makin besar manakala mendidik anak terkait dengan keyakinan, dst.

    Oleh karena itu, calon pasangan memang seharusnya berpikir secara sangat hati-hati sebelum memutuskan menikah dengan orang yang berbeda keyakinan. Kecuali kalau semua hal mereka bisa selesaikan dengan kesepakatan-kesepakatan, pernikahan antara dua orang yang berbeda keyakinan mungkin tidak terlalu bermasalah.

    ReplyDelete
  2. Menarik artikelnya Mba,nyimak aja deh.No comment :)

    ReplyDelete