Saturday, April 26, 2014

Imago Creative Conference 2014

Hari ini saya menghadiri "Imago Creative Conference 2014" yang diselenggarakan oleh CBN (Cahaya Bagi Negeri). Memang sebenarnya acara ini tidak secara langsung terkait dengan profesi saya, tapi selain memang saya menaruh minat pada hal-hal kreatif, saya juga tertarik dengan tujuan dari acara ini yaitu untuk "memberikan inspirasi dan memperlengkapi para pemimpin untuk berkarya dengan cara-cara yang lebih kreatif dan kontekstual, apapun bidangnya, karena di masa kini hampir semua bidang menuntun kreatifitas yang unggul".

Dalam conference itu hadir beberapa pembicara yang cukup "berpengaruh" di antaranya:
1. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), wakil gubernur DKI Jakarta saat ini;
2. Fofo Sariaatmadja, Komisaris PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) dan PT Surya Citra Televisi (SCTV), sekaligus mantan Presiden Direktur SCTV;
3. Eko Nugroho, pendiri dan pemilik Dreamlight Studios;
4. Yenny Wahid, putri almarhum Gus Dur sekaligus Direktur the Wahid Institute;
5. Ulil Abshar Abdalla, Direktur Freedom Institute dan Direktur program Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP);
6. Romo Franz Magnis Suseno, rohaniwan Katolik sekaligus tokoh sosial yang dikenal masyarakat luas;
7. Danny Oei, co-founder dan CEO dari Mindtalk.com yang juga adalah tokoh di balik transformasi Kaskus.

Para pembicara tersebut membagikan nilai-nilai yang mereka pegang dan pengalaman yang telah mereka lalui untuk menginspirasi peserta yang hadir yang mayoritas adalah creative workers terutama agar setiap peserta dengan keahlian atau skill yang dimiliki bisa membawa perubahan di Indonesia ke arah yang lebih baik.

Satu kisah yang membekas di benak saya adalah kisah masa kecil Ulil. Ulil menceritakan bahwa dia dilahirkan di keluarga yang pada waktu itu serba berkekurangan dan Ulil tidak pernah mendapatkan uang saku untuk bisa membeli buku. Tapi kondisi itu tidak memupuskan semangat dan kesukaannya terhadap membaca. Dari uang saku yang dia punya, Ulil kerap dan secara rajin membeli koran bekas seharga Rp20,- yang telah dia seleksi khususnya pada bagian opini. Dengan membayarkan Rp20,- dia bisa mendapatkan 15-20 koran bekas yang kemudian diklipingnya dan dikumpulkannya hingga menjadi ribuan kliping. Determinasi dan kesungguhan yang sama bisa dilihat ketika dia kemudian menjadi penyuka puisi W.S. Rendra. Dari koran-koran bekas yang dibelinya, Ulil kemudian "jatuh cinta" pada puisi-puisi W.S. Rendra dan dia sangat ingin memiliki buku W.S. Rendra yang berjudul Balada Orang-Orang Tercinta.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Suatu hari seorang teman Ulil yang berasal dari keluarga cukup berada membeli buku Balada Orang-Orang Tercinta. Mengetahui itu, Ulil menjadi sangat bersemangat. Kemudian Ulil meminjam buku tersebut selama 3 hari dan selama 3 hari itu Ulil menyalin buku tersebut dengan tulisan tangan supaya Ulil bisa membaca puisi-puisi tersebut setiap hari. Menurutnya, puisi-puisi itulah yang menginspirasi dia hingga sekarang. Dari kisahnya itu, Ulil mendorong peserta yang hadir untuk tetap menulis, karena kita tidak pernah tahu apa yang kita tulis akan menginspirasi orang lain.

Satu hal yang luar biasa dari kisah yang diceritakan itu menurut saya adalah DETERMINASI dapat melampaui batasan-batasan yang ada dan memunculkan kreativitas untuk mencapai suatu tujuan. Salut.