Saturday, September 14, 2013

Let Them (the Children) Grow

I just read a shocking news about a poor girl (8 yo) died caused by internal bleeding at her "first night" with her husband (40 yo) after their sexual intercourse. Here are the articles:
Malam Pertama Bunuh Pengantin Bocah di Yaman 
Yaman akan Larang Pernikahan Anak

As I read through the articles, that incident happened because of economy reason. Parents in Yaman used to sell the children to be married to a rich man for they cannot afford to raise the children or because they want the money from the "buyer" of the child.
I know this might be a little cliche situation that we used to hear nowadays. Even in Indonesia, parents are selling the children in many ways just to survive.

Those facts are really really heart-breaking. Those facts are far far away from how the children should be treated as stipulated in Convention on the Rights of the Child. That Convention is like a goal or a dream. But then how can we reach that dream? It will take a lot of efforts and involvement of every single person related with the child. Not only the government, especially the parents.
I'm angry inside. Not to the situation that force the parents to do that, but to everyone involved in those schemes who does not want to use their conscience.

Those children need protection
Those children need love
Those children need to be sure that they have better future
Just please..let them grow normally

Tuesday, September 3, 2013

Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Proses peradilan yang memakan waktu dan tenaga (selain biaya) acapkali menimbulkan keengganan tersendiri bagi para pihak yang menghadapi sengketa dengan pihak lain. Mungkin belum banyak yang mengetahui atau memahami betul bahwa ada mekanisme lain yang bisa ditempuh untuk penyelesaian sengketa yang umumnya dikenal dengan “Alternative Disputes Resolution”. Alternative Dispute Resolution menawarkan beberapa mekanisme yang dapat ditempuh antara lain mediasi, arbitrase dan konsiliasi. Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas sepintas mengenai arbitrase untuk sekedar memberikan gambaran umum mengenai arbitrase. Semoga bermanfaat J

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Definisi arbitrase menurut Black's Law Dictionary adalah: "Arbitration. an arrangement for taking an abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary litigation".

Dalam proses Arbitrase diperlukan peran seorang arbiter. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.

Di Indonesia, arbitrase diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase. Berdasarkan ketentuan UU Arbitrase, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa (misalnya: bidang perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik Intelektual). Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian

Dalam hal suatu sengketa sudah disepakati untuk diselesaikan melalui jalur arbitrase, Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut. Dan ketika para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang kepada arbiter, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.

Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase umumnya diatur dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak yakni sebuah perjanjian arbitrase. Dalam hal kesepakatan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak.

Arbitrase yang dipilih dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui lembaga yang permanen. Di Indonesia saat ini ada lembaga independen yang memberikan jasa beragam yang berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain dari penyelesaian sengketa di luar pengadilan yakni BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang lebih jauh bisa dicek di laman resminya: www.bani-arb.org
Meski proses arbitrase memiliki kelebihan bahwa prosesnya lebih cepat, rahasia (confidential), final dan mengikat serta efisien. Namun, proses arbitrase juga masih memiliki kelemahan yakni:

a.   Mekanisme ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat;
b.   Kurangnya budaya kesadaran dan itikad baik dari para pihak untuk melaksanakan putusan dapat            berakibat tertundanya atau tidak terlaksananya putusan arbitrase;
c.   Putusan arbitrase tidak mempunyai kekuatan untuk memaksa (daya paksa) dalam pelaksanaannya.

Pada dasarnya, para pihak yang sengketanya diselesaikan melalui proses arbitrase harus melaksanakan putusan secara sukarela. Namun, untuk suatu putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaannya, putusan tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan.