Wednesday, October 10, 2012

Anak Sebagai Korban Tindak Pidana

Pagi ini ketika saya cek akun Facebook saya, saya cukup terkejut melihat ada salah seorang teman posting foto dan berita seorang gadis di Depok yang diperkosa. Setelah saya telusuri, ternyata gadis itu masih tergolong anak-anak, yaitu baru berusia 14 tahun.

Secara hukum, sesuai Pasal 17 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ("UU Perlindungan Anak"), setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 64 ayat (3) UU Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilaksanakan melalui :


a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;
c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Nah, media massa dalam hal ini tentu harus lebih berhati-hati dalam menjaga kerahasiaan identitas anak ini. Ketika nama sekolahnya diungkap di media, saya ragu kerahasiaan ini bisa tetap terjaga.

Seperti diungkapkan oleh salah seorang blogger dan advokat Anggara Suwahju, yang dalam blognya menulis:
"Saya bisa mengerti konteksnya jika pelaku pemerkosaan adalah oknum dari sekolah dan kemudian apabila sekolah tersebut berusaha menutup – nutupi perbuatan kriminal tersebut. Namun dalam kasus ini, kondisi tersebut sama sekali tidak ada, bahkan dari kronologi yang dibuat oleh Tempo sendiri, korban ditemui bukan di sekolahnya. Lalu kenapa identitas sekolah tersebut harus dimuat? Bukankah itu juga membongkar atau mendorong orang untuk dapat mengetahui identitas anak tersebut?"

Sebaiknya media massa lebih berhati-hati ketika memberitakan sesuatu terutama jika pelaku/korban tindak pidana adalah anak-anak. Coba posisikanlah diri Anda para jurnalis pada posisi anak tersebut atau pada posisi keluarga korban. Silakan deskripsikan apa yang Anda rasakan. Sebaiknya kita tidak melihat hanya dari segi bagaimana kita bisa memenuhi tugas sebagai jurnalis tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain.

Tidak sulitkan?